Grafik pelancong Al Azhar dari tanah air hampir tiap tahun meningkat. Hingga menjadikan dinamika organisasi anak bangsa pun semakin deras, produktif dan profesional. Paling tidak, hal ini terbukti dengan komunitas mahasiswa Indonesia-Mesir(masisir) yang mampu menelurkan aneka organisasi. Namun, yang paling menarik tentunya-menurut penulis-tetaplah organisasi induk berwibawa yang bermabes di lantai 1 Wisma Nusantara. Pasti, dibenak anda sudah terbayang, organisasi apakah ini? Benar, dialah Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia(PPMI).
Mengapa penulis mengatakan lebih menarik dan beda dari organisasi lainnya? Karena PPMI merupakan organisasi berkomponen masyarakat pelajar yang heterogen. Dan juga merupakan organisasi sentral yang setiap aktifitas dan kebijakannya selalu dalam pengawasan warganya. Sebagai salah seorang pelajar Ma'had, sebetulnya penulis ingin sedikit berkomentar dalam skala mikro tentang nasib Ma'had dalam PPMI.
Di sini, kita akan mencoba sekilas meneropong status pelajar Ma'had sebagai bagian dari warga PPMI. Sebagai organisasi induk, PPMI tentunya memiliki peranan penting bagi seluruh pelajar dan mahasiswa Indonesia di Mesir. Paling tidak, organisasi ini berfungsi sebagai pengayom, pendidik dan pengawas umum bagi berbagai organisasi dan elemen masyarakat pelajar di bawahnya. Hal ini terlihat dari berbagai upaya maksimal PPMI yang berusaha untuk selalu membantu organisasi dibawahnya -atau bahkan PPMI sendiri- untuk mengadakan kegiatan-kegiatan yang mendukung SDM masisir.Namun, berdasarkan pengamatan penulis yang notabenenya sebagai pelajar Ma'had Al Azhar, PPMI terasa sebagai organisasi yang kurang peka dan belum terlalu terbuka dengan khalayak pelajar dan masisir secara umum. PPMI dirasakan belum maksimal menembus setiap lapisan masyarakatnya. Sebagai bukti, ada satu hal yang penulis anggap penting yang hingga kini sama sekali tidak tersentuh oleh 'bapak' organisasi itu. Tak usah berpikir terlalu jauh, Anda tahu? Ma'had. Ya, pelajar Ma'had lah yang terlupakan atau bahkan sengaja dilupakan dalam agenda besar setahun PPMI. Terkadang, ada beberapa program PPMI yang secara jelas tidak mengikut sertakan pelajar Ma'had sebagai bagian dari komposisi kegiatan tersebut. Takrimunnajihin misalnya. Sejak dulu, setiap tahunnya pelajar Ma'had memang selalu berlangganan untuk 'gak dapet jatah nongkrong' di Shalah Kamil dalam acara yang berbudget besar itu. Bukan hanya takrimunnajihin, beberapa persyaratan dalam agenda sosial dan perlombaan milik PPMI pun sempat membuat pelajar Ma'had hanya bisa gigit jari.Harus diakui, mendengar istilah 'pelajar Ma'had' dirasakan masih menyimpan sedikit tanda tanya keraguan.
Bahkan mungkin, istilah 'pelajar Ma'had' ini masih terkesan asing bagi sebagian kalangan mahasiswa Indonesia-Mesir (masisir). Mungkin hal ini dikarenakan minimnya informasi tentang lembaga pendidikan Tsanawi dan I'dadi Al Azhar di telinga masyarakat Indonesia. Selain itu, juga karena sedikitnya jumlah kuantitas pelajar Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Ma'had Tsanawi dan I'dadi Ma'had Al Azhar. Namun tidak tepat jika PPMI menggunakan alasan pasaran ini untuk tidak mengikutsertakan pelajar Ma'had pada sebagian programnya. Karena PPMI bukanlah organisasi seumur jagung yang tidak tahu keberadaan pelajar Ma'had. Yah, walau terdengar miris, status pelajar Ma'had dalam tubuh PPMI bagai ungkapan "wujuduhu ka'adamihi". Sebenarnya, kata 'diskriminasi' terlalu kasar untuk melukiskan nasib pelajar Ma'had dalam PPMI. Namun, kata inilah yang paling tepat untuk menggambarkan kemalangan suara hati pelajar Ma'had. Sikap pilih kasih karya PPMI ini memang cukup membuat mereka tak bisa tidur pulas. Karena memang, PPMI bukanlah organisasi milik mahasiswa saja. Eja dan ingatlah kembali kepanjangan dari akronim PPMI. PPMI adalah kepanjangan dari Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia. Presiden PPMI dan kabinetnya harus ingat dan paham dengan huruf "P" kedua dari akronim PPMI.
Dari lubuk hati yang paling dalam, penulis sama sekali tidak bermaksud untuk memprovokasi, menjelek-jelekkan, apalagi menghujat PPMI. Tulisan ini layaknya keluhan seorang anak pada bapaknya. Penulis hanya berharap kepada neo PPMI pilihan rakyat untuk lebih peka dan terbuka bagi setiap elemen warganya. Jika saja PPMI mengadakan dialog terbuka dengan pelajar dan mahasiswa, mungkin PPMI akan lebih tahu dan peduli tentang harapan dan ratapan rakyatnya. Bukan hanya pelajar Ma'had, namun juga yang lainnya.Di penghujung tulisan, penulis percaya bahwa terlupakannya Ma'had dalam agenda PPMI bukanlah hal yang memang disengaja. Mungkin, PPMI sebagai 'bapak' warganya, selalu disibukkan dengan segudang aktifitas, hingga tak sempat memikirkan kita, pelajar Ma'had. Akhirulkalam, wallahu a'lam bi as shawab.