Huuh, tulisanku jelek!. Aku selalu bergumam dan membatin demikian manakala sebuah tulisan telah aku rampungkan. Malunya bukan main, aku kerap mencibir, bahkan memaki diri ini di depan cermin. Maklum, cermin dengan ukuran 1 x 0,5 meter yang terpampang di salah satu sudut kamarku ini cukup membantu untuk selalu membuatku sadar. Yah, walaupun cuma sadar sambal. Hari ini sadar, besok nggak. Besok sadar, besok lusa kambuh. Huuhh. Cabe dech...!!!
Lho, kok jadi ngelantur. Kembali ke soal tulisanku yang super jelek ini, aku semakin malu dan tidak karuan. Sebetulnya, aku memiliki banyak hal yang ingin ditulis. Ada seribu ide yang tergagas. Ada sejuta pikiran yang ingin terekspresikan. Tapi, itu semua seakan nihil. Lagi-lagi nihil. Kandas disini. Di depan layar kaca berdebu berbentuk kubus 17 inchi bernama komputer. Aku sekan dibuatnya gugup tak berkata. Diam seribu bahasa. Bahkan mungkin, bukan seribu, tapi sejuta bahasa. Entahlah, mengapa aku bisa dibuatnya gila. Padahal ia hanyalah benda tak bernyawa. Tapi, itulah masalahnya, ketika tangan mulai 'genit' menyenggol keyboard, benda ini selalu membuyarkan ide-ide segar yang sesaat sebelumnya terpancar di otak kecilku. Ia selalu menjegal pikiran-pikiranku yang hendak aku ekspresikan lewat rangkaian kata berbaris. Tapi, lagi-lagi kandas. Lagi-lagi. Apa aku harus marah pada komputerku nan usang berdebu ini? Sayang, aku bukanlah orang gila!.
Tuhan, aku tahu ini bukanlah watakku. Aku bukanlah seorang yang mudah menyerah. Aku tahu betul siapa diriku sebenarnya. Aku yakin tak ada setitikpun mental 'looser' dalam jiwaku. Dan, tiba-tiba saja aku teringat dengan salah satu klub sepak bola kesayanganku: Manchester United. Buatku, klub asal Inggris ini 'gila'. Great. Wonderfull. Amazing!. The Red Devils, julukan klub ini, selalu membuat surprise setiap musim pagelaran di Premier League. Mereka kerap tampil hebat. Membuat warga Manchester dan supporter-supporternya bengkak bertepuk tangan. Terlebih selama dua musim belakangan, kegemilangan Cristiano Ronaldo, winger internasional asal Portugal ini bermain seperti 'setan'.
Namun, disini aku tidak berusaha untuk mengulas sepak terjang MU yang mampu menggondol dua buah trofi. Aku juga tidak bermaksud mendiskusikan strategi permainan, gol-gol, atau kualitas stadion Old Trafford. Tidak. Bukan itu. Terus terang, aku sedang teringat dengan semangat Sir Alex Ferguson, manajer MU, yang diawal musim 2007-2008 pernah mendeklarasikan kepercaya diriannya. Dalam sebuah jumpa persnya, Fergie mengatakan, "Yes, we can. We want to be a winner. We have good player. We have confidence". Gayanya meyakinkan. Seraya membangkitkan semangat anak asuhannya di Old Trafford. Walaupun ia sedang bermain sepak bola, tapi ia tidak main-main untuk main. Ia selalu percaya diri. Dan itu terbukti. Di akhir musim, ia berhasil membawa anak asuhannya menggondol dua trofi: Premier League dan Champion League. Selamat Fergie. Paling tidak, perjuangan Fergie membuatku sedikit terinspirasi. Ia mengajarkanku tentang arti sebuah percaya diri. Hehehe, buat yang nggak suka sama MU, sorry yach. Peace.
Balik lagi ke soal tulisanku yang tak bermutu. Hehehe. Aku yakin menulis itu tak perlu bakat. Yah, aku sangat yakin. Menulis hanya butuh ketelatenan, keseriusan dan enjoy. Aku membatin, mencoba meyakinkan diriku. Padahal, ini semua belum mampu menepis total keluhanku. Tapi, aku yakin aku bisa. "Yes, we can!", begitu kata Barack Obama. Yah, aku yakin suatu saat, sekarang atau nanti, aku pasti bisa menjadi seorang penulis hebat. Menulis yang baik, bermutu dan berkelas. Menulis yang aktif, imajinatif, progresif dan "if-if" yang lainnya. Aku yakin betul, suatu saat nanti aku bisa menuliskan desa tercintaku. Aku juga tak kalah yakin, suatu saat nanti aku pasti bisa menuliskan dunia ini dalam karyaku. Menjadi penulis yang briliyan. Yes, I can. Tunggu saja tanggal mainnya. Upps, tunggu dulu, ini bukan kesombongan. Kalo nggak salah, tetangga sebelah pernah bilang, "Lebih baik narsis daripada minder". Hehehe. Kepalaku mengangguk. Aku setuju!. Anda?!.
Lho, kok jadi ngelantur. Kembali ke soal tulisanku yang super jelek ini, aku semakin malu dan tidak karuan. Sebetulnya, aku memiliki banyak hal yang ingin ditulis. Ada seribu ide yang tergagas. Ada sejuta pikiran yang ingin terekspresikan. Tapi, itu semua seakan nihil. Lagi-lagi nihil. Kandas disini. Di depan layar kaca berdebu berbentuk kubus 17 inchi bernama komputer. Aku sekan dibuatnya gugup tak berkata. Diam seribu bahasa. Bahkan mungkin, bukan seribu, tapi sejuta bahasa. Entahlah, mengapa aku bisa dibuatnya gila. Padahal ia hanyalah benda tak bernyawa. Tapi, itulah masalahnya, ketika tangan mulai 'genit' menyenggol keyboard, benda ini selalu membuyarkan ide-ide segar yang sesaat sebelumnya terpancar di otak kecilku. Ia selalu menjegal pikiran-pikiranku yang hendak aku ekspresikan lewat rangkaian kata berbaris. Tapi, lagi-lagi kandas. Lagi-lagi. Apa aku harus marah pada komputerku nan usang berdebu ini? Sayang, aku bukanlah orang gila!.
Tuhan, aku tahu ini bukanlah watakku. Aku bukanlah seorang yang mudah menyerah. Aku tahu betul siapa diriku sebenarnya. Aku yakin tak ada setitikpun mental 'looser' dalam jiwaku. Dan, tiba-tiba saja aku teringat dengan salah satu klub sepak bola kesayanganku: Manchester United. Buatku, klub asal Inggris ini 'gila'. Great. Wonderfull. Amazing!. The Red Devils, julukan klub ini, selalu membuat surprise setiap musim pagelaran di Premier League. Mereka kerap tampil hebat. Membuat warga Manchester dan supporter-supporternya bengkak bertepuk tangan. Terlebih selama dua musim belakangan, kegemilangan Cristiano Ronaldo, winger internasional asal Portugal ini bermain seperti 'setan'.
Namun, disini aku tidak berusaha untuk mengulas sepak terjang MU yang mampu menggondol dua buah trofi. Aku juga tidak bermaksud mendiskusikan strategi permainan, gol-gol, atau kualitas stadion Old Trafford. Tidak. Bukan itu. Terus terang, aku sedang teringat dengan semangat Sir Alex Ferguson, manajer MU, yang diawal musim 2007-2008 pernah mendeklarasikan kepercaya diriannya. Dalam sebuah jumpa persnya, Fergie mengatakan, "Yes, we can. We want to be a winner. We have good player. We have confidence". Gayanya meyakinkan. Seraya membangkitkan semangat anak asuhannya di Old Trafford. Walaupun ia sedang bermain sepak bola, tapi ia tidak main-main untuk main. Ia selalu percaya diri. Dan itu terbukti. Di akhir musim, ia berhasil membawa anak asuhannya menggondol dua trofi: Premier League dan Champion League. Selamat Fergie. Paling tidak, perjuangan Fergie membuatku sedikit terinspirasi. Ia mengajarkanku tentang arti sebuah percaya diri. Hehehe, buat yang nggak suka sama MU, sorry yach. Peace.
Balik lagi ke soal tulisanku yang tak bermutu. Hehehe. Aku yakin menulis itu tak perlu bakat. Yah, aku sangat yakin. Menulis hanya butuh ketelatenan, keseriusan dan enjoy. Aku membatin, mencoba meyakinkan diriku. Padahal, ini semua belum mampu menepis total keluhanku. Tapi, aku yakin aku bisa. "Yes, we can!", begitu kata Barack Obama. Yah, aku yakin suatu saat, sekarang atau nanti, aku pasti bisa menjadi seorang penulis hebat. Menulis yang baik, bermutu dan berkelas. Menulis yang aktif, imajinatif, progresif dan "if-if" yang lainnya. Aku yakin betul, suatu saat nanti aku bisa menuliskan desa tercintaku. Aku juga tak kalah yakin, suatu saat nanti aku pasti bisa menuliskan dunia ini dalam karyaku. Menjadi penulis yang briliyan. Yes, I can. Tunggu saja tanggal mainnya. Upps, tunggu dulu, ini bukan kesombongan. Kalo nggak salah, tetangga sebelah pernah bilang, "Lebih baik narsis daripada minder". Hehehe. Kepalaku mengangguk. Aku setuju!. Anda?!.